DALIL-DALILNYA DZIKIR, TERMASUK DALIL DZIKIR SECARA JAHAR
Dalil-dalil
dzikir termasuk dalil dzikir secara jahar (agak keras)
Firman
Allah swt. dalam surat Al-Ahzab 41-42 agar kita banyak berdzikir
sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang beriman!
Berdzikirlah kamu pada Allah
sebanyak-banyak nya, dan bertasbihlah pada-Nya diwaktu pagi maupun petang!”.
Dan
firman-Nya: فَاذْكُرُونِي أذْكُرْكُمْ
...........
“Berdzikirlah (Ingatlah) kamu
pada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula padamu! ” (Al--Baqarah :152)
Firman-Nya
: اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُونَ اللهَ
قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنوُبِهِم
“...Yakni
orang-orang dzikir pada Allah baik diwaktu berdiri, ketika duduk dan
diwaktu berbaring”. (Ali Imran :191)
Firman-Nya :
وَالذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا
وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ
مَغْفِرَة وَأجْرًا عَظِيْمٌا.
“Dan
terhadap orang-orang yang banyak dzikir pada Allah, baik laki-laki
maupun wanita, Allah menyediakan keampunan dan pahala besar”. (Al-Ahzab
:35)
Firman-Nya lagi :
الَّذِيْنَ آمَنُوا وَ
تَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ
ألآ
بِذِكْرِ الله تَطْمَئِنُّ
الـقُلُوبُ.
“Yaitu
orang-orang yang beriman, dan hati mereka aman tenteram dengan dzikir
pada Allah. Ingatlah dengan dzikir pada Allah itu, maka hatipun akan
merasa aman dan tenteram”. (Ar-Ro’d : 28)
Dalam
hadits qudsi, dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda : Allah
swt.berfirman :
اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْـدِي بِي,
وَاَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكـرُنِي, فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ
ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي
مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُ وَإنِ اقْتَرَبَ اِلَيَّ شِبْرًا اتَقَرَّبْتُ
إلَيْهِ ذِرَاعًا وَإنِ اقْتَرَبَ إلَيَّ ذِرَاعًا اتَقـَرَّبْتُ إلَيْهِ
بَاعًـا وَإنْ أتَانِيْ يَمْشِيأتَيْتُهُ هَرْوَلَة.
“Aku
ini menurut prasangka hambaKu, dan Aku menyertainya, dimana saja ia
berdzikir pada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya,
maka Aku akan ingat pula padanya dalam hati-Ku, jika ia mengingat-Ku didepan
umum, maka Aku akan mengingatnya pula didepan khalayak yang
lebih baik. Dan seandainya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal,
Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sehasta, jika ia mendekat pada-Ku
sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sedepa, dan jika ia datang
kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari”.
(HR. Bukhori Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Allamah
Al-Jazari dalam kitabnya Miftaahul Hishnil Hashin berkata
: ‘Hadits diatas ini terdapat dalil tentang bolehnya berdzikir dengan
jahar/agak keras’. Imam Suyuthi juga berkata: ‘Dzikir
dihadapan orang orang tentulah dzikir dengan jahar,
maka hadits itulah yang menjadi dalil atas bolehnya’
Hadits
qudsi dari Mu’az bin Anas secara marfu’: Allah swt.berfirman:
قَالَ
اللهُ تَعَالَى: لاَ يَذْكُرُنِي اَحَدٌ فِى نفْسِهِ اِلاَّ ذَكّرْتُهُ
فِي مَلاٍ مِنْ مَلاَئِكَتِي
وَلاَيَذْكُرُنِي فِي مَلاٍ اِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي المَلاِ
الاَعْلَي.
“Tidaklah seseorang berdzikir pada-Ku dalam
hatinya kecuali Akupun akan berdzikir untuknya dihadapan para
malaikat-Ku. Dan tidak juga seseorang berdzikir pada-Ku dihadapan
orang-orang kecuali Akupun akan berdzikir untuknya ditempat
yang tertinggi’ “. (HR. Thabrani).
At-Targib
wat-tarhib 3/202 dan Majma’uz Zawaid 10/78. Al Mundziri berkata : ‘Isnad
hadits diatas ini baik (hasan). Sama seperti pengambilan dalil yang
pertama bahwa berdzikir dihadapan orang-orang maksudnya adalah berdzikir
secara jahar ’ !
Hadits dari Abu Hurairah sebagai
berikut:
سَبَقَ المُفَرِّقُونَ, قاَلُوْا: وَمَا
المُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللهَ
كَثِيْرًاوَالذَّاكِرَاتِ (رواه المسلم)
“Telah majulah
orang-orang istimewa! Tanya mereka ‘Siapakah orang-orang istimewa?’ Ujar
Nabi saw. ‘Mereka ialah orang-orang yang berdzikir baik laki-laki
maupun wanita’ ”. (HR. Muslim).
Hadits dari Abu Musa
Al-Asy’ary ra sabda Rasul saw.:
‘Perumpamaan
orang-orang yang dzikir pada Allah dengan yang tidak, adalah seperti
orang yang hidup dengan yang mati!”
(HR.Bukhori).
Dalam riwayat
Muslim: “Perumpamaan perbedaan antara rumah yang dipergunakan
dzikir kepada Allah didalamnya dengan rumah yang tidak ada dzikrullah
didalamnya, bagaikan perbedaan antara hidup dengan mati”.
Hadits
dari Abu Sa’id Khudri dan Abu Hurairah ra. bahwa mereka mendengar
sendiri dari Nabi saw. bersabda :
لاَ يَقْـعُدُ قَوْمٌ
يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُ المَلاَئِكَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمةُ, وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
“Tidak satu
kaumpun yang duduk dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan
dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan beroleh
ketenangan, dan akan disebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang
berada disisi-Nya”. (HR.Muslim, Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu
Abi Syaibah dan Baihaqi).
Hadits dari Mu’awiyah :
خَرَجَ رَسُولُ الله (صَ) عَلَى حَلَقَةِ مِنْ أصْحَابِهِ
فَقَالَ: مَا اَجْلََسَكُم ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى
وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإسْلاَمِِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا
قَالَ: اللهُ مَا أجْلَسـَكُمْ إلاَّ ذَالِك ؟ قَالُوْا وَاللهُ مَا
اَجْلَسَنَا اِلاَّ ذَاكَ. قَالَ : اَمَا إنِّي لَمْ أسْتَخْلِفكُم
تُهْمَةُ لـَكُمْ, وَلَكِنَّهُ أتَانِي جِبْرِيْلُ فَأخْـبَرَنِي أنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبـَاهِي بِكُمُ
المَلآئِكَةَ.
“Nabi saw. pergi
mendapatkan satu lingkaran dari sahabat-sahabatnya, tanyanya ‘Mengapa
kamu duduk disini?’ Ujar mereka : ‘Maksud kami duduk disini adalah untuk
dzikir pada Allah Ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk dan kurnia yang
telah diberikan-Nya pada kami dengan menganut agama Islam’. Sabda Nabi
saw. ‘Demi Allah tak salah sekali ! Kalian duduk hanyalah karena itu.
Mereka berkata : Demi Allah kami duduk karena itu. Dan saya, saya
tidaklah minta kalian bersumpah karena menaruh curiga pada kalian,
tetapi sebetulnya Jibril telah datang dan menyampaikan bahwa Allah swt.
telah membanggakan kalian terhadap Malaikat’ “. (HR.Muslim)
Diterima
dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw. bersabda :
إذَا مَرَرْتُم
بِرِيَاضِ الجَنَّة فَارْتَعُوْا, قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّة يَا
رَسُولُ الله ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ فَإنَّ لِلَّهِ تَعَالَى
سَيَّرَاتٍ مِنَ المَلآئِكَةَ يَطْلُبُونَ حِلَـقَ الذِّكْرِ فَإذَا أتَوْا
عَلَيْهِمْ
حَفُّوبِهِمْ.
“Jika
kamu lewat di taman-taman surga, hendaklah kamu ikut bercengkerama!
Tanya mereka : Apakah itu taman-taman surga ya Rasulallah? Ujar Nabi
saw. : Ialah lingkaran-lingkaran dzikir karena Allah swt. mempunyai
rombongan pengelana dari Malaikat yang mencari-cari lingkaran dzikir.
Maka jika ketemu dengannya mereka akan duduk mengelilinginya”.
Hadits
riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulallah
saw.bersabda :
عَنْ أبِيْ هُرَيْرَة(ر)
قَالَ: رَسُولُ الل.صَ. : إنَّ اللهَ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُُّرُقِ
يَلتَمِسُونَ أهْلِ الذّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قـَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ
تَناَدَوْا : هَلُمُّـوْا إلَى حَاجَتِكُمْ, فَيَحُفّـُونَهُمْ
بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ, فَإذَا تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا
وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّـهُم ( وَهُوَ أعْلَمُ
بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ
عَبَيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ
وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ : هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ,
فَيَقُوْلُ : لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ : لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا
اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً, وَ اَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ
تَسْبِيْحًا, فَيَقُوْلُ : فَمَا يَسْألُنِى ؟ فَيَقوُلُوْنَ :
يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ :
لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لَوْ اَنَّهُمْ
رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا
وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ : فَمِمَّا يَتَعَوَّذُوْنَ ؟
فَيَقولُوْنَ : مِنَ النَّارِ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟
فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُلُوْنَ :
لَوْ رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ :
اُشْهِدُكُمْ اَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ
المَلاَئِكَةِ : فُلاَنٌ فَلَيْسَ مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَاجَةٍ
فَيَقُوْلُ : هًمْ قَوْمٌ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُمْ.
“Sesungguhnya
Allah memilik sekelompok Malaikat yang berkeling dijalan-jalan sambil
mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemu-
kan sekolompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling
menyeru :'Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan'. Lalu mereka
mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka
hingga kelangit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari
majlis dzikir) maka para malaikat tersebut berpaling dan naik kelangit.
Maka bertanyalah Allah swt. kepada mereka (padahal Dialah yan lebih
mengetahui perihal mereka). Allah berfirman : Darimana kalian semua ?
Malaikat berkata : Kami datang dari sekelompok hambaMu dibumi. Mereka
bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepadaMu. Allah berfirman : Apakah
mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Tidak pernah ! Allah
berfirman : Seandainya mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Andai
mereka pernah melihatMu niscaya mereka akan lebih meningkatkan
ibadahnya kepadaMu, lebih bersemangat memujiMu dan lebih banyak
bertasbih padaMu. Allah berfirman: Lalu apa yang mereka pinta padaKu ?
Malaikat berkata: Mereka minta sorga kepadaMu. Allah berfirman : Apa
mereka pernah melihat sorga ? Malaikat berkata : Tidak pernah! Allah
berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya? Malikat berkata:
Andai mereka pernah melihanya niscaya mereka akan bertambah semangat
terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan
untuk memasukinya. Allah berfirman: Dari hal apa mereka minta
perlindungan ? Malaikat berkata: Dari api neraka. Allah berfirman : Apa
mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah
berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka ? Malaikat
berkata: Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat
tenaga menghindarkan diri darinya. Allah berfirman: Aku persaksikan
kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka. Salah satu dari
malaikat berkata : Disitu ada seseorang yang tidak termasuk dalam
kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan
(apakah mereka akan diampuni juga ?). Allah berfirman : Mereka (termasuk
seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama
mereka tidak akan kecewa".
Dalam riwayat Muslim ada
tambahan pada kalimat terakhir : 'Aku ampunkan segala dosa mereka,
dan Aku beri permintaan mereka'.
Empat hadits
terakhir ini jelas menunjukkan keutamaan kumpulan majlis dzikir, Allah
swt.akan melimpahkan rahmat, ketenangan dan ridho-Nya pada para hadirin
termasuk disini orang yang tidak niat untuk berdzikir serta
majlis seperti itulah yang sering dicari dan dihadiri oleh para
malaikat. Alangkah bahagianya bila kita selalu kumpul bersama
majlis-majlis dzikir yang dihadiri oleh malaikat tersebut sehingga do’a
yang dibaca ditempat majlis dzikir tersebut lebih besar harapan untuk
diterima oleh Allah swt. Juga hadits-hadits tersebut menunjukkan mereka
berkumpul berdzikir secara jahar, karena
berdzikir secara sirran/pelahan sudah biasa dilakukan oleh perorangan !
Al-Baihaqiy
meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik ra bahwa Rasul- Allah saw.
bersabda:
لاَنْ اَقْعُدَنَّ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ
اللهَ تَعَالَى مِنْ بَعْدِ صَلاَةِ الْفَجْرِ ِالَى طُلُوْعِ الشَّمْسِ
اَحَبُّاِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا (رواه البيهاقي)
“Sungguhlah
aku berdzikir menyebut (mengingat) Allah swt. bersama jamaah usai
sholat Shubuh hingga matahari terbit, itu lebih kusukai
daripada dunia seisinya.”
Juga dari Anas bin Malik
ra riwayat Abu Daud dan Al-Baihaqiy bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Sungguhlah
aku duduk bersama jamaah berdzikir menyebut Allah swt. dari salat ‘ashar
hingga matahari terbenam, itu lebih kusukai daripada memerdekakan empat
orang budak.’
Riwayat Al Baihaqy dari Abu Sa’id Al
Khudrij ra, Rasul saw bersabda :
يَقُوْلُ الرَّبُّ
جَلَّ وَعَلاَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَيَعْلَمُ هَؤُلاَءِ الْجَمْعَ
الْيَوْمَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ فَقِيْلَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ قَالَ :
اَهْلُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ (رواه البيهاقي)
“Allah
jalla wa ‘Ala pada hari kiamat kelak akan bersabda: ’Pada hari ini
ahlul jam’i akan mengetahui siapa orang ahlul karam (orang yang mulia).
Ada yg bertanya: Siapakah orang-orang yg mulia itu? Allah menjawab,
Mereka adalah orang-orang peserta majlis-majlis dzikir di masjid-masjid
”.
Ancaman bagi orang yang
menghadiri kumpulan tanpa disebut nama Allah
dan
Shalawat atas Nabi saw.
Hadits riwayat
Turmudzi (yang menyatakan Hasan) dari Abu Hurairah, sabda Nabi saw :
مَا
قَعَدَ قَوْمُ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرُونَ اللهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوْا
عَلَى النَّبِيِّ اِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
(رواه الترمذي وقال حسن)
“Tiada
suatu golonganpun yang duduk menghadiri suatu majlis tapi mereka disana
tidak dzikir pada Allah swt. dan tak mengucapkan shalawat atas Nabi
saw., kecuali mereka akan mendapat kekecewaan di hari kiamat”.
Juga
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan kata-katanya yang berbunyi
sebagai berikut :
وَرَوَاهُ
اَحْمَدُ بِلَفْظٍ مَا جَلَسَ قَوْمُ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوْا اللهَ
فِيهِ اِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تَرَةً
‘Tiada ampunan
yang menghadiri suatu majlis tanpa adanya dzikir kepada Allah Ta’ala,
kecuali mereka akan mendapat tiratun artinya kesulitan... “.
Dalam
buku Fathul ‘Alam tertera : Hadits tersebut diatas menjadi
alasan atas wajibnya (pentingnya) berdzikir dan membaca shalawat atas
Nabi saw. pada setiap majlis.
Hadits dari Abu Hurairah
bahwa Nabi saw. bersabda:
.صَ. مَا مِنْ قَوْمٍ
يَقُوْمُوْنَ مِنْ
مَجْلِسٍ قَالَ
رَسُوْلَ اللهِ
لاَ يَذْكُرُوْنَ
اللهَ تَعَالىَ فِيْهِ اِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ
وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً (رواه ابو داود
“Tiada
suatu kaum yang bangun (bubaran) dari suatu majlis dimana mereka tidak
berdzikir kepada Allah dalam majlis itu, melainkan mereka bangun dari
sesuatu yang serupa dengan bangkai himar/keledai, dan akan menjadi
penyesalan mereka kelak dihari kiamat ”. (HR.Abu Daud)
Hadits-hadits
diatas mengenai kumpulan atau lingkaran majlis dzikir itu sudah jelas
menunjukkan adanya pembacaan dzikir bersama-sama dengan secara jahar,
karena berdzikir sendiri-sendiri itu akan dilakukan secara lirih
(pelan). Lebih jelasnya mari kita rujuk lagi hadits shohih yang
membolehkan dzikir secara jahar.
Hadits dari Abi Sa’id
Al-Khudri ra. dia berkata :
اَكْثِرُوْا ذِكْرَاللهَ حَتَّى يَقُولُ اِنَّهُ مَجْنُوْنٌ.
“Sabda
Rasulallah saw. ‘Perbanyaklah dzikir kepada Allah sehingga mereka
(yang melihat dan mendengar) akan berkata : Sesungguhnya dia orang gila’
" (HR..Hakim, Baihaqi dalam Syu’abul Iman , Ibnu Hibban, Ahmad,
Abu Ya’la dan Ibnus Sunni)
Hadits dari Ibnu Abbas ra. dia
berkata : Rasulallah saw. bersabda :
اَكْثِرُوْا ذِكْرَاللهَ حَتَّى يَقُولَ المُنَافِقُوْنَ اِنَّكُمْ تُرَاؤُوْنَ
“Banyak
banyaklah kalian berdzikir kepada Allah sehingga orang-orang munafik
akan berkata : ’Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang riya’ (HR.
Thabrani)
Imam Suyuthi dalam kitabnya Natiijatul
Fikri fil jahri biz dzikri berkata : “Bentuk istidlal dengan
dua hadits terakhir diatas ini adalah bahwasanya ucapan dengan ‘Dia
itu gila’ dan ‘Kamu itu riya’ hanyalah dikatakan terhadap
orang-orang yang berdzikir dengan jahar, bukan dengan lirih
(sir).”
Hadits dari Zaid bin Aslam dari
sebagian sahabat, dia berkata :
ِ اِنْطَلَقْتُ مَعَ
رَسُوْلِ اللهِ(صَ) لَيْلَةً, فَمَرَّ بِرَجُلٍ فِي المَسْجِدِ يِرْفَعُ
صَوْتَهُ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ عَسَى اَنْ يَكُوْنَ هَذَا
مُرَائِيًا فَقَالَ: لاَ وَلاَكِنَّهُ اَوَّاهُ. (رواه البيهاقي)
‘Aku
pernah berjalan dengan Rasulallah saw. disuatu malam. Lalu beliau
melewati seorang lelaki yang sedang meninggikan suaranya disebuah
masjid. Akupun berkata : Wahai Rasuallah, jangan-jangan orang ini sedang
riya’. Beliau berkata : “Tidak ! Akan tetapi dia itu seorang awwah
(yang banyak mengadu kepada Allah)”. (HR.Baihaqi)
Lihat
hadits ini Rasul saw. tidak melarang orang yang dimasjid yang sedang
berdzikir secara jahar (agak keras). Malah beliau saw. mengatakan dia
adalah seorang yang banyak mengadu pada Allah (beriba hati dan menyesali
dosanya pada Allah swt.) Sifat menyesali kesalahan pada Allah swt itu
adalah sifat yang paling baik !
Hadits dari Uqbah
bahwasanya Rasulallah saw. pernah berkata kepada seorang lelaki yang
biasa dipanggil Zul Bijaadain ‘Sesungguhnya dia orang yang banyak
mengadu kepada Allah. Yang demikian itu karena dia sering berdzikir
kepada Allah’. (HR.Baihaqi). (Julukan seperti ini jelas menunjukkan
bahwa Zul- Bijaadain sering berdzikir secara jahar).
Hadits dari Amar bin Dinar, dia berkata : Aku
dikabarkan oleh Abu Ma’bad bekas budak Ibnu Abbas yang paling jujur dari
tuannya yakni Ibnu Abbas dimana beliau berkata :
اَنَّ
رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ
المَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
‘Sesungguhnya
berdzikir dengan mengeraskan suara ketika orang selesai melakukan
shalat fardhu pernah terjadi dimasa Rasulallah saw.’.(HR.Bukhori
dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain diterangkan bahwa Ibnu
Abbas berkata : ‘Aku mengetahui selesainya shalat Rasulallah saw.
dengan adanya ucapan takbir beliau (yakni ketika
berdzikir)’. (HR.Bukhori Muslim)
Ibnu Hajr dalam kitabnya
Khatimatul Fatawa mengatakan: “Wirid-wirid, bacaan-bacaan secara
jahar, yang dibaca oleh kaum Sufi (para penghayat ilmu
tasawwuf) setelah sholat menurut kebiasaan dan suluh (amalan-amalan
khusus yang ditempuh kaum Sufi) sungguh mempunyai akar/dalil
yang sangat kuat”.
Sedangkan hadits-hadits Rasul saw. yang
diriwayatkan oleh Muslim mengenai berdzikir secara jahar selesai
sholat sebagai berikut :
Hadits nr. 357: Dari Ibnu Abbas,
katanya: "Dahulu kami mengetahui selesainya sembahyang Rasulullah
saw. dengan ucapan beliau "takbir".
Hadits nr. 358 :
Dari Ibnu Abbas, katanya "Bahwa dzikr dengan suara lantang/agak
keras setelah selesai sembahyang adalah kebiasaaan dizaman Nabi saw.
Kata Ibnu Abbas. Jika telah kudengar suara berdzikir, tahulah saya bahwa
orang telah bubar sembahyang".
Hadits nr. 366: Dari
Abu Zubair katanya: "Adalah Abdullah bin Zubair mengucapkan pada
tiap-tiap selesai sembahyang sesudah memberi salam:...." Kata Abdullah
bin Zubair" Adalah Rasulullah saw. Mengucapkannya dengan suara yang
lantang tiap-tiap selesai sembahyang"
Ketiga hadits
terakhir ini dikutip dari kitab "Terjemahan hadits Shahih Muslim" jilid
I, II dan III terbitan Pustaka Al Husna, I/39 Kebon Sirih Barat,
Jakarta, 1980.
Al-Imam al-Hafidz Al-Maqdisiy dalam
kitabnya ‘Al-Umdah Fi Al-Ahkaam’ hal.25 berkata:
“Abdullah
bin Abbas menyebutkan bahwa berdzikir dengan meng- angkat suara dikala
para jemaah selesai dari sembahyang fardhu adalah diamalkan sentiasa dizaman
Rasullullah saw.. Ibnu Abbas berkata "Saya memang mengetahui keadaan
selesainya Nabi saw. dari sembahyangnya (ialah dengan sebab saya
mendengar) suara takbir (yang disuarakan dengan nyaring)." (HR Imam
Al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Juraij).
Hadits yang sama
dikemukakan juga oleh Imam Abd Wahab Asy-Sya'rani dalam kitabnya Kasyf
al-Ghummah hal.110; demikian juga Imam Al-Kasymiriy dalam kitabnya
Fathul Baari hal. 315 dan As-Sayyid Muhammad Siddiq Hasan Khan
dalam kitabnya Nuzul Al-Abrar hal.97; Imam Al-Baghawiy dalam
kitabnya Mashaabiih as-Sunnah 1/48 dan Imam as-Syaukani dalam Nail
al-Autar.
Dalam shohih Bukhori dari Ibnu Abbas ra
beliau berkata : ‘Kami tidak mengetahui selesainya shalat
orang-orang di masa Rasulallah saw. kecuali dengan berdzikir secara
jahar’.
Dan masih banyak lagi dalil mengenai
keutamaan kumpulan berdzikir yang belum saya cantumkan disini tapi insya
Allah dengan adanya semua hadits diatas cukup jelas bagi kita dan bisa
ambil kesimpulan bahwa (kumpulan) berdzikir baik dengan lirih
maupun jahar/agak keras itu tidaklah dimakruhkan atau
dilarang bahkan didalamnya justru terdapat dalil yang menunjukkan
‘kebolehannya’, atau ‘kesunnahannya’.
Demikian juga dzikir
dengan jahar itu dapat menggugah semangat dan melembutkan hati,
menghilangkan ngantuk, sesuatu yang tidak akan didapatkan pada dzikir
secara lirih (sir). Dan diantara yang membolehkan lagi dzikir jahar ini
adalah ulama mutaakhhirin terkemuka Al-‘Allaamah Khairuddin
ar-Ramli dalam risalahnya yang berjudul Taushiilul murid ilal murood
bibayaani ahkaamil ahzaab wal-aurood mengatakan sebagai berikut :
“Jahar dengan dzikir dan tilawah, begitu juga berkumpul untuk berdzikir
baik itu di majlis ataupun di masjid adalah sesuatu yang dibolehkan dan
disyari’atkan ber- dasarkan hadits Nabi saw : ‘Barangsiapa berdzikir
kepadaKu dihadapan orang orang, maka Akupun akan berdzikir untuknya
dihadapan orang-orang yang lebih baik darinya’ dan firman Allah
swt. ‘Seperti dzikirmu terhadap nenek-moyangmu atau dzikir yang
lebih mantap lagi’ (Al-Baqoroh: 200) bisa juga dijadikan
sebagai dalilnya. “
Agama hanya memakruhkan dzikir jahar
yang keterlaluan begitu juga jahar yang tidak keterlaluan bila sampai
mengganggu orang yang sedang tidur atau sedang shalat atau menyebabkan
dirinya riya’ serta mensyariatkan/mewajibkan dzikir jahar ini. Berapa
banyak perkara yang sebenarnya mubah tapi karena diwajibkan
pelaksanaanya dengan cara-cara tertentu padahal agama tidak mengajarkan
demikian, maka ia akan berubah menjadi makruh sebagaimana dijelaskan
oleh Al-Qori’ dalam Syarhul Miskat, Al-Hashkafi dalam Ad-
Durrul Mukhtar dan beberapa ulama lainnya.
Kalau kita
baca ayat-ayat al-Quran dan hadits diatas mengenai kumpulan dzikir dan
pendapat ulama yang membolehkan dzikir secara jahar dengan berdalil pada
hadits-hadits tersebut, bagaimana saudara kita yang tidak senang
menghadiri majlis dzikir berani mencela dan mensesatkan majlis pembacaan
tahlil/yasinan dan sebagainya yang mana disitu selalu dibacakan
firman-firman Ilahi diantaranya; surat Yaasin, surat Al-Fatihah,
sholawat pada Nabi saw. juga pembacaan Tasbih, Takbir dan lain
sebagainya serta mendo’akan saudara muslimin baik yang masih hidup atau
yang sudah wafat. Bacaan yang dibaca ini semuanya ini berdasarkan hadits
Nabi saw. dan mendapat pahala bagi si pembaca dan pendengar serta tidak
ada dalil yang melarang/ mengharamkannya ?
Memang ada
hadits riwayat Baihaqi, Ibnu Majah dan Ahmad. : “Sebaik-baik dzikir
adalah secara lirih (sir) dan sebaik-baik rizki adalah yang mencukupi
”. Menurut ulama’ diantaranya Imam as-Suyuthi, kata-kata Sebaik-baik
dalam suatu hadits berarti Keutamaan bukan Yang
lebih utama. Jadi hadits terakhir diatas ini bukan menunjukkan
kepada jeleknya atau dilarangnya dzikir secara jahar, karena banyak
riwayat hadits shohih yang mengarah pada bolehnya dzikir secara jahar.
Mari
kita baca lagi perincian berdzikir dengan jahar yang lebih jelas
menurut pendapat Imam Suyuthi dan lainnya.
Imam As Suyuthi
didalam Natijatul /fikri Jahri Bidz Dzikri,
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan padanya mengenai tokoh Sufi yang
membentuk kelompok-kelompok dzikir dengan suara agak keras, apakah itu
merupakan perbuatan makruh atau tidak ? Jawab beliau: Itu tidak ada
buruknya (tidak makruh)! Ada hadits yang menganjurkan dzikir dengan
suara agak keras (jahran) dan ada pula menganjurkan dengan suara pelan
(sirran). Penyatuan dua macam hadits ini yang tampaknya berlawanan,
semua tidak lain tergantung pada keada- an tempat dan pribadi orang yang
akan melakukan itu sendiri.
Dengan merinci manfaat
membaca Al-Qur’an dan berdzikir secara jahran dan sirran itu Imam
Suyuthi berhasil menyerasikan dua hal ini kedalam suatu pengertian yang
benar mengenai hadits-hadits terkait. Jika anda berkata bahwa Allah swt.
telah
berfirman:
وَاذْكُرْ
رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيْفَةً وَدُوْنَ الجَهْرِ مِنَ
الْقَوْلِ بِالْغُضُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِنَ
الْغَافِلِيْنَ.
‘Dan sebutlah (nama) Tuhanmu
dalam hati dengan merendahkan diri disertai perasaan dan tanpa
mengeraskan suara’. (Al A’raf:205). Itu dapat saya (Imam Suyuthi)
jawab dari tiga sisi:
1. Ayat diatas ini
adalah ayat Makkiyah ( turun di Mekkah sebelum hijrah). Masa turun ayat
(Al A’raf 205) ini berdekatan dengan masa turunnya ayat berikut ini :
وَلاَ تَجْهَرْ بصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا
وَابْتَغِبَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلاً
‘Dan
janganlah engkau (hai Nabi) mengeraskan suaramu diwaktu sholat, dan
jangan pula engkau melirihkannya……..’ (Al Isra’:110).
Ayat
itu (Al A’raf :205) turun pada saat Nabi saw. sholat dengan suara agak
keras (jahran), kemudian didengar oleh kaum musyrikin Quraisy, lalu
mereka memaki Al Qur’an dan yang menurunkannya (Allah swt). Karena
itulah beliau saw. diperintah meninggalkan cara jahar guna mencegah
terjadinya kemungkinan yang buruk (saddudz-dzari’ah). Makna ini hilang
setelah Nabi saw. hijrah ke Madinah dan kaum Muslimin mempunyai kekuatan
untuk mematahkan permusuhan kaum musyrikin. Demikian juga yang
dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
2.
Jama’ah ahli tafsir (Jama’atul Mufassirin), diantaranya Abdurrahman bin
Zaid bin Aslam dan Ibnu Jarir, menerapkan makna ayat diatas tentang
dzikir pada masalah membaca Al-Quran. Nabi saw menerima
perintah jahran membaca Al-Quran sebagai pemuliaan (ta’dziman) terhadap
Kitabullah tersebut., khususnya diwaktu sholat tertentu. Hal itu
diperkuat kaitannya dengan turunnya ayat: ‘Apabila Al-Qur’an sedang
dibaca maka hendaklah kalian mendengarkan- nya...’ (Al A’raf:204).
Dengan turunnya perintah ‘mendengarkan’ maka orang yang
mendengar Al-Quran yang sedang dibaca, jika ia (orang yang beriman)
tentu takut dalam perbuatan dosa. Selain itu ayat tersebut juga
menganjurkan diam (tidak bicara) tetapi kesadaran berdzikir dihati tidak
boleh berubah, dengan demikian orang tidak lengah meninggalkan dzikir
(menyebut) nama Allah. Karena ayat tersebut diakhiri dengan: ‘Dan
janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai’.
3.
Orang-orang Sufi mengatakan berdzikir sirran (lirih) itu hanya khusus
dapat dilakukan dengan sempurna oleh Rasulullah saw. karena manusia
yang disempurnakan oleh Allah swt. Manusia-manusia selain beliau saw.
sangat repot sekali melakukan dengan sempurna sering diikuti was-was,
penuh ber- bagai angan-angan perasaan, karena itulah mereka disuruh
berdzikir secara agak keras/jahran. Dzikir jahran semua was-was,
angan-angan dan perasaan lebih mudah dihilangkan, serta akan mengusir
setan-setan jahat.
Pendapat demikian ini diperkuat oleh
sebuah hadits yang diketengah- kan oleh Al- Bazzar dari Mu’adz bin Jabal
ra. bahwa Rasulallah saw. bersabda:
‘Barangsiapa diantara
kamu sholat diwaktu malam hendaklah bacaannya diucapkan dengan jahran
(agak keras). Sebab para malaikat turut sholat seperti sholat yang
dilakukannya, dan mendengarkan bacaan-bacaan sholat- nya. Jin-jin
beriman yang berada di antariksa dan tetangga yg serumah dengannya,
merekapun sholat seperti yang dilakukannya dan mendengarkan
bacaan-bacaannya. Sholat dengan bacaan keras akan mengusir Jin-jin
durhaka dan setan-setan jahat’. Demikianlah pendapat Imam Suyuthi.
Pendapat
Ibnu Taimiyyah yang dijuluki Syaikhul Islam oleh sebagian ulama
mengenai majlis dzikir didalam kitab Majmu 'al fatawa edisi
King Khalid ibn 'Abd al-Aziz. Ibnu Taimiyyah telah ditanya mengenai
pendapat beliau mengenai perbuatan berkumpul beramai-ramai berdzikir,
membaca al-Qur’an berdo’a sambil menanggalkan serban dan menangis
sedangkan niat mereka bukanlah karena ria’ ataupun membanggakan diri
tetapi hanyalah karena hendak mendekatkan diri kepada Allah s.w.t.
Adakah perbuatan-perbuatan ini boleh diterima? Beliau menjawab: ‘Segala
puji hanya bagi Allah, perbuatan-perbuatan itu semuanya adalah baik dan
merupakan suruhan didalam Shari'a (mustahab) untuk berkumpul dan
membaca al-Quran dan berdzikir serta berdo’a....’ "
Jawaban
pertanyaan Ibnu Taimiyyah mengenai kelompok-kelompok dzikir
dimasjid-masjid yang dilakukan kaum Sufi Syadziliyyah. Ibnu Hajr mengatakan
bahwa pembentukan jamaah-jamaah seperti itu adalah sunnah, tidak ada
alasan untuk menyalah-nyalahkannya. Sebab berkumpul untuk berdzikir
telah diungkapkan pada hadits Qudsi Shohih: ‘Tiap hambaKu yang
menyebutKu di tengah sejumlah orang, ia pasti Kusebut (amal kebaikannya)
di tengah jamaah yang lebih baik’.
Dengan kumpulnya
orang bersama untuk berdzikir ini sudah tentu menunjukkan dzikir
tersebut dengan suara yang bisa didengar sesamanya (agak keras). Bila
tidak demikian, apa keistimewaan hadits tentang kumpulan (halaqat)
dzikir yang dibanggakan oleh Malaikat dan Rasul saw ?, karena berdzikir
secara sirran/pelahan sudah biasa dilakukan oleh perorangan !
Imam An-Nawawi menyatukan dua hadits (jahar dan lirih) itu sebagaimana
katanya: Membaca Al-Quran maupun berdzikir lebih afdhol/utama secara
sirran/lirih bila orang yang membaca khawatir untuk riya’, atau
mengganggu orang yang sedang sholat ditempat itu, atau orang yang sedang
tidur. Diluar situasi seperti ini maka dzikir secara jahran/agak keras
adalah lebih afdhol/baik. Karena dalam hal itu kadar amalannya lebih
banyak daripada membaca Al-Qur’an atau dzikir secara lirih/sirran.
Selain
itu juga membaca Qur’an dan dzikir secara jahran/keras ini manfaatnya
berdampak pada orang-orang yang mendengar, lebih konsentrasi atau
memusatkan pendengarannya sendiri, membangkitkan hati pembaca sendiri,
hasrat berdzikir lebih besar, menghilangkan rasa ngantuk dan lain lain.
Menurut sebagian ulama bahwa beberapa bagian Al Quran lebih baik dibaca
secara jahran, sedangkan bagian lainnya dibaca secara sirran. Bila
membaca secara sirran akan menjenuhkan bacalah secara jahran dan bila
secara jahar melelahkan maka bacalah secara lirih.
Imam
Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm berkata sebagai berikut :
“Aku
memilih untuk imam dan makmum agar keduanya berdzikir
pada Allah sesudah salam dari shalat dari keduanya melakukan dzikir
secara lirih kecuali imam yang menginginkan para makmum mengetahui
kalimat-kalimat dzikirnya, maka dia boleh melakukan jahar sampai dia
yakin bahwa para makmum itu sudah mengetahuinya kemudian diapun
berdzikir secara sir lagi”.
Dengan demikian tidak
diketemukan dikalangan ulama Syafi’iyah pernyataan-pernyataan yang melarang
atau mengharamkan dzikir secara jahar apalagi sampai
memutuskannya dengan bid’ah !
Mari
kita rujuk riwayat hadits bahwa setan akan lari bila mendengar suara
adzan atau iqamah, karena yang dibaca dalam adzan/iqamah kalimat dzikir
dan sekaligus mencakup kalimat-kalimat tauhid juga, sebagaimana
yang dibaca dalam kumpulan majlis-majlis dzikir (tasbih, tahmid,
tahlil, takbir dan sebagai- nya).
Hadits nomer 581 riwayat
Muslim sabda Rasul saw.: “Sesungguhnya apabila setan
mendengar adzan untuk sholat ia pergi menjauh sampai ke Rauha’, berkata
Sulaiman; ‘Saya bertanya tentang Rauha’ itu, jawab Nabi saw. jaraknya
dari Madinah 36 mil’ “.
Hadits nomer 582 riwayat Muslim
dari Abu Hurairah : “Sesungguhnya apabila setan mendengar
adzan sholat ia bersembunyi mencari perlindungan sehingga suara adzan
itu tidak terdengarnya lagi. Tapi apabila setan itu mendengar iqamah, ia
menjauh (lagi) sehingga suara iqamah tidak terdengar lagi. Namun
apabila iqamah berakhir, setan kembail (lagi) melakukan waswasah, yaitu
membisikkan bisikan jahat “.
Lihat hadits dari Mu’adz
bin Jabal dan dua hadits diatas bahwa dengan baca Al-Qur’an waktu
sholat malam secara jahar akan didengar oleh malaikat, jin-jin beriman
dan lainnya, serta bisa mengusir setan-setan yang jahat dan durhaka.
Walaupun hadits ini berkaitan dengan bacaan Al-Quran pada waktu sholat
malam hari serta bacaan adzan dan iqomah, tapi inti/pokok bacaannya
ialah sama yaitu pembacaan ayat Al-Quran dan bacaan kalimat-kalimat
tauhid secara jahar.
Perbedaannya
adalah satu didalam keadaan sholat membacanya yang lain diluar waktu
sholat, yang mana kedua-duanya bisa didengar oleh malaikat, jin dan
mengusir setan. Juga berdasarkan hadits-hadits yang telah tercantum pada
halaman sebelum ini, maka tidak ada saat bagi setan untuk memperdayai
manusia selama manusia itu sering berdzikir karena dzikirnya itu bisa
didengar oleh setan-setan tersebut. Maka dari itu Allah swt. sering
memperingatkan dalam Al-Qur’an agar kita selalu berdzikir padaNya.
Orang
dianjurkan berdzikir setiap waktu dan pada setiap tempat baik dalam
keadaan junub atau haid (kecuali baca ayat Al-Qur’an), sedang sibuk atau
lenggang waktu, sedang berbaring atau duduk dan lain-lain. Itulah yang
dimaksud ayat Allah swt. (An-Nisa:103) karena dzikir semacam ini boleh
dilaksanakan terus menerus..
Lain halnya dengan sholat ada syarat
dan waktu-waktu tertentu yang tidak boleh melakukan sholat, umpama:
orang yang sedang haid, nifas, junub ( harus mandi dulu), sholat sunnah
yang tidak ada maksudnya setelah sholat ashar/shubuh dan sebagainya.
Begitu juga ibadah puasa akan batal bagi orang yang sedang haid, nifas
atau junub dan hal-hal lain yang bisa membatalkan puasa.
Masih
banyak lagi hadits mengenai kumpulan majlis dzikir yang diamalkan kaum
muslimin setelah usai sholat shubuh atau waktu-waktu lainnya. Amalan
ini berasal dari sunnah yang benar ! Mereka berdzikir dengan suara yang
jahar tapi bila ditempat mereka dzikir terdapat orang yang merasa
terganggu umpama orang sedang sholat, atau ada orang tidur maka mereka
akan melirihkan suaranya. Sebagian orang senang berdzikir secara agak
keras untuk dapat memerangi bisikan busuk (was-was), godaan hawa nafsu,
lebih konsentrasi tidak mudah lengah, dan langsung menyatukan
ucapan lisan dengan hatinya, lebih khusyu’ apalagi dengan irama yang
enak, menghilangkan ngantuk dan lain-lain. Masjid-masjid yang dijadikan
tempat dzikir oleh kaum Sufi ini diantaranya masjid Ar Ribath .
Bagi
juga bagi yang memilih dzikir secara sirran (lirih, pelan) untuk
memudahkan perjuangan melawan hawa nafsu, melatih diri agar tidak berbau
riya’ (mengharap pujian-pujian orang) dan menahan nafsu agar tidak
menjadi orang yang terkenal. Terdapat riwayat Umar bin Khattab ra.
berdzikir secara jahar/agak keras sedangkan sahabat Abubakar ra dengan
suara lirih (sirran). Waktu mereka berdua ditanya oleh Rasul saw. mereka
menjawab dengan penjelasan seperti diatas ini. Ternyata Rasul saw
membenarkan mereka berdua ini !
Dengan adanya
keterangan-keterangan diatas ini kita bisa menarik kesimpulan ada ulama
yang senang berdzikir secara lirih dan ada yang lebih senang secara
jahar, tergantung situasi sekitarnya dan pribadi masing-masing, bila
situasi mengizinkan maka secara jahar itu lebih baik/afdhol.
Aturan
(paling baik/tidak wajib) dalam dzikir menurut Syaikh ‘Ali Al-Marshafy
rh dalam kitabnya Manhajus Shalih mengatakan diantaranya
sebagai berikut :
A. Kita selalu dalam keadaan bersih
yakni mandi dan berwudu’, menghadap kiblat (kalau bisa), duduk ditempat
yang suci (bukan najis).
B. Orang agar sepenuhnya
konsentrasi (penuh perhatian) dengan hatinya mengenai dzikir yang dibaca
itu.
C. Tempat dzikir tersebut ditaburi dengan minyak
wangi.
D. Berdzikir dengan ikhlas karena Allah
swt.
Dan masih
banyak yang beliau anjurkan cara yang terbaik untuk berdzikir tapi empat
diatas itu cukup buat kita agar tercapainya dzikir itu, sehingga kita
bisa menikmatinya dan menenangkan jiwa. Yang dimaksud Syaikh ‘Ali Al
Marshafy ditaburi minyak wangi pada tempat dzikir ialah agar tempat
dzikir tersebut semerbak wangi baunya. Dalam hal ini dibolehkan semua
jenis bahan yang bisa menimbulkan bau harum umpama minyak wangi,
sebangsa kayu-kayuan (gahru dan sebagainya) atau menyan Arab yang kalau
dibakar asapnya berbau wangi, karena disamping bau-bauan ini lebih
mengkhusyukkan/ mengkonsentrasikan, menyegarkan pribadi orang itu atau
para hadirin, juga menyenangkan malaikat-malaikat dan jin-jin yang
beriman yang hadir di majlis dzikir ini. Bau harum ini malah lebih
diperlukan bila berada diruangan yang banyak dihadiri oleh manusia agar
berbau semerbak ruangan tersebut. Gahru, uluwwah atau menyan ini banyak
dijual baik di Indonesia, Mekkah, Medinah maupun dinegara lainnya. Yang
paling mahal harganya adalah Gahru kwaliteit istemewa.
Mari
kita baca hadits Nabi saw mengenai wangi- wangian diantaranya:
Hadits
dari Abu Hurairah ra, Rasul saw bersabda: ‘Siapa yang diberi
wangi-wangian janganlah ditolak, karena ia mudah dibawa dan semerbak
harumnya”. (HR.Muslim, Nasa’I dan Abu Dawud)
Ada
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa’i: “Adakalanya Ibnu
Umar ra.membakar uluwwah tanpa campuran, dan adakalanya kapur barus yang
dicampur dengan uluwwah seraya berkata: ‘Beginilah Rasulullah saw.
mengasapi dirinya’.”
Begitu juga zaman sekarang di
masjid Madinah setiap usai sholat Isya’ terutama pada bulan suci
Ramadhan di tempat Raudhah (antara Rumah dan Mimbar Rasul saw.) dan
disekitar Mimbar Rasul saw. selalu diasapi kayu gahru. Bagi orang-orang
yang pernah hadir di tempat ini pada waktu tertentu itu insya Allah bisa
menyaksikan serta menikmati bau-bauan harum tersebut. Padahal kalau
kita lihat negara Saudi Arabia banyak disana golongan wahabi/ salafi
yang sering mengeritik dan membuat ceritera atau mengisukan yang
tidak-tidak terhadap golongan muslimin yang membakar dupa/gahru waktu
mengadakan majlis dzikir. Diantara golongan wahabi dan pengikutnya ini
ada yang mengatakan pembakaran dupa/gahru dan sebagainya waktu sedang
berkumpul berdzikir maupun sendirian untuk mendatangkan setan-setan dan
lain-lain !
Tetapi kalau kita baca hadits Nabi saw. setan
malah lari mendengar bacaan dzikir itu, dan senang bersemayam dirumah
dan diri orang yang tidak mengadakan majlis dzikir. Lihatlah, karena
kedengkian golongan tertentu pada majlis dzikir ini , mereka membuat
fitnah dan mengadakan khurafat-khurafat (tahayul) yang dikarang-karang
sendiri, agar manusia mengikuti faham mereka dan tidak menghadiri majlis
dzikir tersebut. Mengapa mereka tidak berkata pada sipenjual Gahru,
menyan arab di Mekkah dan Medinah bahwa itu haram, khurafat karena bisa
mendatangkan setan-setan?
Dalil
mereka yang melarang dzikir secara jahar
Buat
golongan majlis dzikir sudah cukup hadits-hadits dan wejangan
ulama-ulama pakar mengenai dibolehkannya dzikir secara jahar
seperti yang penulis kutip dibuku ini tetapi bagi golongan pengingkar
majlis (kumpulan) dzikir secara jahar selalu mengajukan dalil-dalil yang
menurut mereka dalil tersebut sebagai larangan/haramnya orang berkumpul
berdzikir secara jahar. Mari kita baca dalil mereka untuk masalah ini :
Firman Allah swt (Al ‘Araf : 204) : ‘Dan apabila dibacakan
(kepadamu) ayat-ayat suci Al-Qur’an, maka dengarkanlah dia dan
perhatikan agar kamu diberikan rahmat’. Ayat ini dibuat dalil oleh
mereka untuk melarang pembacaan Al-Qur’an secara bersama, yang di
amalkan orang-orang pada majlis dzikir (Istighothah, tahlilan, yasinan
dan lain lain).
Sudah tentu pemikiran seperti ini tidak
bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Makna atau yang dimaksud
firman Allah swt. itu ialah: Bila ada orang membaca Al-Qur’an sedangkan
orang lainnya tidak ikut membaca bersama orang tersebut, maka
yang tidak ikut membaca ini di anjurkan untuk mendengarkan serta
memperhatikan bacaan Al Qur’an tersebut agar mereka juga mendapat pahala
dan rahmat dari Allah swt. Jadi bukan berarti ayat ini melarang
orang bersama-sama membaca Al-Quran dalam kumpulan majlis
dzikir ! Karena cukup banyak hadits yang menjanjikan pahala bagi orang
yang membaca Al-Quran baik membacanya secara berkelompok maupun
perorangan, serta tidak ada nash baik dalam Al-Quran maupun Sunnah yang
melarang membaca Al-Quran secara bersama-sama ! Malah justru mendapat
pahala bagi yang membacanya !.
Mereka berdalil
juga pada firman Allah Al-A’raf :205 yang berbunyi : ‘Dan ingatlah
Tuhanmu didalam hatimu sambil merendahkan diri dan merasa takut serta
tidak dengan suara keras (yang berlebihan) dipagi maupun sore hari’.
Ayat
diatas juga tidak bisa dibuat dalil untuk melarang semua bentuk dzikir
secara jahar sebenarnya yang dimaksud ayat ini adalah untuk orang-orang
yang sedang mendengarkan Al-Quran yang sedang dibaca oleh orang lain
sebagaimana ditunjukkan oleh ayat sebelumnya yaitu surat Al-A’raaf :
204.
Dengan demikian, makna surat Al-A’raf : 205 adalah : ‘Berdzikirlah
kepada Tuhanmu didalam hati (wahai orang yang memperhatikan dan
mendengarkan bacaan Al-Qur’an) dengan merendahkan diri serta rasa
takut’.
Seperti ini pula makna yang dikehendaki oleh
ulama pakar diantaranya : Ibnu Jarir, Abu Syaikh dari Ibnu Zaed.
Sedangkan Imam Suyuthi dalam kitabnya Natijatul Fikri berkata:
Ketika Allah swt. memerintahkan untuk inshot (memperhatikan bacaan Al
Qur’an) dikhawatirkan terjadinya kelalaian dari mengingat Allah swt.
Maka dari itu disamping perintah inshot dzikir didalam hati
tetap dibebankan agar tidak terjadi kelalaian mengingat Allah swt.
Karenanya ayat tersebut diakhiri dengan ‘Dan janganlah kamu termasuk
diantara orang-orang yang lalai’. (baca keterangan pada halaman
sebelum ini)
Menurut Imam Ar-Rozi bahwa ayat Al
A’raf : 205 justru menetapkan dzikir dengan jahar yang
tidak berlebihan, bukan malah mencegahnya
karena disitu disebut juga ‘...dan bukan dengan jahar yang
berlebihan...’ Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuntutan
ayat itu adalah ’melakukan dzikir antara sir dan jahar
yang berlebihan’ makna yang demikian sesuai dan dikuatkan
oleh firman Allah swt dalam surat Al-Isro’: 110 yang berbunyi : ‘Janganlah
kamu mengeraskan suara dalam berdo’a dan janganlah pula kamu
melirihkannya melainkan carilah jalan tengah diantara yang demikian
itu’.
Golongan pengingkar ini juga berdalil
pada hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ahmad
bin Hambal, Ibnu Marduwaih dan Al-Baihaqi dari Abu Musa Al-Asy’ari ra
yang berkata :
“Kami pernah bersama Rasulallah saw.
dalam sebuah peperangan, maka terjadilah satu keadaan dimana kami
tidaklah menuruni lembah dan tidak pula mendaki bukit kecuali kami
mengeras kan suara takbir kami. Maka mendekatlah Rasulallah saw. kepada
kami dan bersabda: ‘Lemah lembutlah kalian dalam bersuara karena yang
kalian seru bukanlah zat yang tuli atau tidak ada. Hanyalah yang kalian
seru adalah zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Sesungguhnya yang
kalian seru itu lebih dekat kepadamu ketimbang leher-leher onta
tungganganmu’“.
Hadits
ini tercantum dalam kitab-kitab hadits yang enam. Imam Turmudzi dalam
bab Fadhlut Tasbih menyebutkan juga hadits dari Abu Musa al-Asy’ari yang
senada tapi sedikit berbeda dan ditambah dengan sabda Rasul saw. “Wahai
Abdullah bin Qais, maukah kamu aku beritahukan sebagian dari
perbendaharaan sorga...? Dialah : ‘Laa Haulaa Walaa Quwwata Illa Billah’
“. Turmudzi berkata : Ini adalah hadits yang shohih.
Golongan
ini berkata: Mengapa kita harus mengeraskan suara dalam berdzikir
..?, padahal hadits diatas memerintahkan untuk merendahkan suara
diketika berdzikir karena Zat yang didzikirkan yakni Allah swt. bukan
Zat yang tuli, bukan Zat yang tidak ada bahkan ilmu dan kekuasanNya ada
dihadapan kita ! Dia lebih dekat kepada kita dibanding leher-leher onta
tunggang an kita !
Alasan inipun tidak tepat untuk
dijadikan dalil melarang atau mengharamkan semua
bentuk dzikir jahar, perintah irba’uu dihadits tersebut
bukanlah hukum wajib sehingga berakibat haramnya berdzikir secara jahar.
Hal ini karena perintah dengan menggunakan kata ar-rab’u
adalah semata-mata untuk memberikan kemudahan kepada mereka. Berdasarkan
inilah maka Syeikh Ad-Dahlawi dalam Al-Lama’aat Syarhul Misykat
mengatakan bahwa irba’uu adalah satu isyarat dimana larangan
jahar hanyalah untuk memudahkan, bukan karena jahar itu tidak
disyariatkan !
Kalau sekiranya Rasul saw. tidak
mencegah para sahabat berdzikir secara keras pada waktu peperangan
menaiki dan menuruni bukit, maka mereka jelas akan menyangka bahwa
mengeraskan suara dzikir yang berlebihan itu sewaktu dalam
perjalanan adalah disunnatkan, karena perbuatan mereka itu
didiamkan/diridhoi oleh Rasul saw.. Padahal kesunnatan yang seperti itu
tidaklah dikehendaki oleh beliau saw. karena pada saat itu sedang dalam
perjalanan perang menuju Khaibar dan mengeraskan dzikir seperti itu
tidak ada mashlahatnya/ kebaikannya, bahkan bisa menimbulkan bencana
kalau sampai didengar oleh musuh orang-orang kafir. Terlebih-lebih ada
hadits mengatakan ‘Perang itu adalah satu tipu daya’.
Begitupun
juga beliau saw. melarang mereka supaya nantinya tidak merasa lebih
lelah dan kesulitan dalam menghadapi peperangan. Beginilah juga yang
diterangkan oleh Al-Bazzaazi makna pelarangan pengerasan suara pada
waktu itu. Pengarang kitab Fathul Wadud Syarah Sunan Abi Daud
mengatakan bahwa kata-kata rofa’uu ashwaatahum menunjukkan
bahwa mereka itu terlalu berlebihan dalam menjaharkan dzikir.
Maka hadits itu tidaklah menuntut terlarangnya menjaharkan dzikir
secara mutlak ! Jadi dzikir jahar yang dilakukan oleh para sahabat itu
adalah jahar yang berlebihan sebagaimana ditunjukkan oleh
kaitan larangan itu dalam beberapa riwayat.
Begitu juga
bila hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari diatas ini dipakai sebagai dalil
untuk melarang semua bentuk dzikir secara jahar maka akan berlawanan
dengan hadits-hadits yang berkaitan dengan dzikir secara jahar (silahkan
baca keterangan sebelumnya).
Sebelum ini sudah saya kutip
sebagian fatwa seorang ulama yang diandalkan oleh golongan ini yaitu Ibnu
Taimiyah didalam kitabnya Majmu’at fatawa edisi Raja Saudi
Arabi Malik Khalid bin ‘Abdul ‘Aziz sebagai berikut:
“Ibnu
Taimiyyah telah ditanya mengenai pendapat beliau mengenai perbuatan
berkumpul beramai-ramai berdzikir (secara jahar), membaca al-Quran
berdo’a sambil menanggalkan serban dan menangis sedangkan niat mereka
bukanlah karena ria’ ataupun menunjuk-nunjuk tetapi hanyalah karena
hendak mendekat- kan diri kepada Allah swt. Adakah perbuatan-perbuatan
ini boleh diterima? Beliau menjawab, ‘Segala puji hanya bagi Allah,
perbuatan-perbuatan itu semua- nya adalah baik dan merupakan suruhan
didalam Shari'a (agama) untuk berkumpul dan membaca al-Quran dan
berdzikir serta berdo’a’."
Sebagian golongan ini
juga melarang kumpulan majlis dzikir dengan berdalil suatu riwayat bahwa
Umar bin Khattab ra. mencambuk suatu kaum yang berkumpul
karena kaum ini berdo’a untuk kebaikan kaum muslimin dan para
pemimpin ! Dengan demikian mereka melarang semua bentuk berdzikir
secara jahar.
Umpama riwayat tersebut benar-benar ada dan
shohih, kita harus meneliti dahulu apa sebab Umar bin Khattab ra
melarang mereka berkumpul untuk berdo’a kebaikan tersebut, sehingga
tidak langsung menghukum semua berkumpulnya manusia untuk do’a kebaikan
itu dilarang. Dengan demikian nantinya riwayat ini berlawanan dengan
firman Allah swt (hadits Qudsi) dan hadits-hadits Rasul saw mengenai
keutamaan berdo’a dan halaqat (kumpulan dzikir) ! Dzikir dan do’a itu
termasuk amalan ibadah yang sangat dianjurkan baik oleh Allah swt.
maupun Rasul saw.. Tidak ada penentuan/ kewajiban dalam syariat tentang
cara-cara berdzikir dan berdo’a boleh dilakukan secara berkumpul ataupun
secara individu !
Penafsiran mereka seperti itu adalah
sangat sembrono sekali, karena ini bisa mengakibatkan orang akan
merendahkan sifat Umar bin Khattab, sehingga orang-orang non muslim
maupun muslim akan mensadiskan beliau karena mencambuk (tanpa alasan
yang tepat) orang yang berkumpul hanya karena berdo’a kebaikan untuk
muslimin dan pemimpinnya. Hati-hatilah!
Juga
golongan ini mengatakan ada riwayat dari Bukhori yang berkata ada suatu
kaum/kelompok setelah melaksanakan sholat Magrib seorang dari mereka
berkata: “Bertakbirlah kalian semua pada Allah seperti ini….
bertasbihlah seperti ini….dan bertahmidlah seperti ini…maka Ibnu Mas’ud
ra mendatangi orang ini dan berkata:….sungguh kalian telah datang dengan
perkataan bid’ah yang keji atau kalian telah menganggap lebih
mengetahui dari sahabat Nabi.”
Riwayat diatas ini
dibuat juga oleh golongan pengingkar sebagai dalil untuk melarang semua
kumpulan majlis dzikir, alasan seperti ini juga tidak tepat sama sekali.
Pertama kita harus mengetahui dahulu kalimat takbir, tasbih atau tahmid
apa yang diperintahkan orang tersebut pada sekelompok muslimin itu.
Kedua umpama bacaan takbir, tasbih, tahmid serta cara pemberitahuan
sesuai yang dianjurkan oleh Nabi saw. maka tidak mungkin Ibnu Mas’ud ra
akan melarangnya, karena Rasul saw. sendiri meridhoi dan menganjurkan
dzikir berkelompok. Ketiga, kelompok tersebut belum melakukan dzikir
yang diperintahkan oleh orang itu, oleh karenanya Ibnu Mas’ud bukan
tidak menyenangi kumpulan dzikir dan bacaannya tapi beliau tidak
menyenangi cara pemberitahuan orang tersebut kepada kelompok
itu, yang seakan-akan mewajibkan kelompok tersebut untuk
mengamalkan hal tersebut, karena dzikir adalah amalan-amalan
sunnah/bukan wajib !!
Jadi janganlah kita main pukul rata mengharamkan
semua jenis kelompok dzikir secara jahar karena larangan sebagian
sahabat pada kelompok manusia tertentu, tapi kita harus meneliti motif
atau sebab apa dzikir tersebut pada waktu itu dilarang oleh sahabat.
Dengan demikian kita tidak akan kebingungan atau kesulitan untuk
mengamalkan hadits Rasul saw. lainnya yang membolehkan untuk berdzikir
secara jahar dan berkelompok, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
ulama-ulama pakar Imam Nawawi, Ibnu Hajr , Imam Suyuthi serta
lain-lainnya dan hadits-hadits yang telah saya kutip dibuku ini.
Berdzikir
baik secara jahar maupun lirih kedua-duanya mempunyai dalil dan
semuanya mustahab/baik. Begitu juga bila ada sebagian ulama pakar tidak
menyenangi berdzikir secara jahar atau secara lirih itu tidak berarti semua
dzikir secara jahar atau lirih itu haram
diamalkan ! Tidak lain hal tersebut tergantung pada pribadi ulama itu
masing-masing atau tergantung pada situasi lokasi dan tempat untuk
berdzikir tersebut.
Saya tambahkan lagi hadits yang shohih
menganjurkan manusia untuk membaca Talbiyah dan Tahlil secara jahar
pada waktu musim haji, yang mana Talbiyah dan Tahlil juga termasuk
dzikir pada Allah swt. Hadits dari Khalad bin Sa’id Al Anshori dari
Bapaknya bahwa Nabi saw bersabda:
“Jibril datang
kepadaku lalu menyuruhku untuk memerintahkan kepada sahabatku atau
kepada orang-orang yang bersamaku agar mengeraskan suara dengan Talbiyah
dan tahlil”. ( Riwayat Abu Dawud nr.1797, Tirmidzi nr.829, Nasa’i
dalam bab mengeraskan suara ketika berihram, Ibnu Majah nr.2364, Imam
Malik dalam Al Muwattha hadits nr.34). Menurut Imam Syafii Takbir dan
Tahlil dalam haji ini boleh diamalkan secara jahar baik dimasjidil Haram
atau dilapangan.
Kalau dzikir Talbiyah dan Tahlil secara
jahar yang dilakukan oleh berjuta-juta jamaah haji secara
berkelompok-kelompok malah dianjurkan dan tidak dilarang, apalagi dzikir
secara jahar yang hanya dilakukan oleh kelompok lebih sedikit jumlahnya
dari itu, apa salahnya dalam hal ini..?. Wallahu a'lam.
Contoh
zaman sekarang yang bisa kita dengar dan beli kaset-kaset al-Qur’an,
qosidah-qosidah (bacaan sholawat Nabi saw. dan lain-lain) semuanya
termasuk dzikir yang dijual dan dikumandangkan diseluruh dunia Saudi
Arabia, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Marokko, Mesir dan lain lain baik
di negara yang anti maupun yang senang bacaan dzikir secara jahar.
Kalau semua ini misalnya mungkar dan dilarang maka akan ditegur atau
dikecam oleh ulama-ulama pakar di negara tersebut. Tapi sampai detik ini
tetap berjalan dan malah lebih banyak lagi toko-toko yang jual
kaset-kaset tersebut karena banyak peminatnya.
Insya Allah
dengan beberapa firman Allah swt. serta hadits-hadits diatas kita dapat
mengambil manfaatnya dan mengerti serta jelas apa yang dianjurkan oleh
Allah swt. melalui perantara junjungan kita Nabi besar Muhammad saw.
Dengan demikian insya Allah saudara-saudara kita muslimin yang belum
pernah menghadiri atau mendapat kesalahan informasi mengenai kumpulan
dzikir, baca tahlil/yasinan dan sebagainya ini akan diberi taufiq oleh
Allah swt. serta bisa menghadiri majlis dzikir yang penuh berkah atau
setidaknya tidak akan mencela, mensyirikkan dan mensesatkan orang yang
mengamalkan ini, tidak lain hanya akan menambah dosa saja.Dengan
demikian hubungan silatorrohmi dengan saudara-saudara muslimin lainnya
tidak akan terputus.
Tambahan... Dalil Tentang Hadits
Dzikir (Termasuk yg Jahar)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki
malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir.
Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka
duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah
itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka
dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke
langit (HR Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)
Abdullah
Ibnu Abas r.a berkata: “semasa zaman kehidupan Rosulullah(SAW) adalah
menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat
selepas berakhirnya sholat berjamaah(HR.Bukhori)
Abdullah
Ibnu Abas r.a berkata:”Apabila aku mendengar ucapan dzikir, aku dapat
mengetahui bahwa sholat berjamaah telah berakhir(HR.Bukhori)
Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata:”Rasululloh(SAW) apabila melakukan
salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang
keras-”La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)
Sahabat Umar bin
Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan
Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi
menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai
dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar
al-Haitami, hal 56)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar