Selasa, 14 Februari 2012

Antara Ikhtiar dan Doa

Pembicaraan tentang lebih dulu mana antara doa dan ikhtiar seorang manusia dalam kehidupannya menjadi topik yang hangat di kalangan santri di Padepokan Tashowwuf, sehingga ketika ada suatu kesempatan berdiskusi dengan Sang Guru Bijak Bestari,
salah seorang santri menanyakannya kepada Sang Guru.

Santri: Guru, dalam menghadapi suatu masalah, manakah sikap yang sebaiknya kita ambil,
berikhtiar dulu semampu kita lalu menyempurnakannya dengan berdoa?
Ataukah Berdoa dulu dengan keyakinan kemudian dilanjutkan dengan ikhtiar kita?

Guru:Pertanyaan yang bagus anakku… Memang dalam sejarah hidup manusia,
pertanyaan itu senantiasa muncul di kalangan umat,
namun ketika seseorang sudah mencapai kesempurnaan dalam hikmah kehidupan,
niscaya dia akan mengerti tentang persoalan tersebut dengan segala variasinya.
Anakku, sebenarnya kedua sikap itu sama-sama benar, hanya saja masing-masing
memiliki sebab dan kondisi berbeda yang Alloh SWT paksakan supaya kita melakukan itu.
Ketika kita berada pada kondisi kesadaran bahwa kemampuan kita ini
yang merupakan ‘pinjaman serta titipan’ dari Kemampuan Alloh SWT
yang hendaknya kita gunakan secara optimal untuk menyelesaikan permasalahan kita,
maka kita akan bersikap mengupayakan ikhtiar dulu secara optimal,
baru setelah itu menyempurnakannya dengan doa.
Kita saat itu menyadari bahwa sempurnanya doa kita memerlukan syarat ikhtiar dulu.
Maka kita akan berusaha sekuat tenaga kita untuk berikhtiar dulu baru kemudian berdoa.

Sementara pada kondisi yang lain, ketika pengenalan kita terhadap Alloh SWT
yang melingkupi semua aspek Af’al (Perbuatan-perbuatan), Asma (Nama-nama),
Sifat  serta Dzat-Nya sedang menguat sedemikian rupa sehingga menyebabkan kita
menyadari dan meyakini bahwa ternyata Wujud Dia-lah satu-satunya sumber
dari segala daya dan kemampuan di semesta alam ini, termasuk kemampuan kita awalnya
berasal dari pelimpahan Kemampuan dari-Nya, maka sebuah doa yang kita lantunkan
dengan keyakinan tinggi, merupakan awal dari ikhtiar kita dalam kehidupan.
Di sini, sempurnanya doa kita bersumber dari kesadaran akan posisi kita
sebagai ciptaan yang lemah tanpa daya, berhadapan dengan Dia Sang Pencipta
yang Maha Rohman, Pemelihara yang sempurna.

Santri: Lalu bagaimana caranya kita bisa mengetahui bahwa kita sedang berada
pada kondisi yang mana dari kedua hal di atas Guru?

Guru: Anakku, dalam hidup ini kita harus selalu melatih diri untuk senantiasa
melihat peristiwa keluar , maupun ke dalam diri kita dan hendaknya kita jujur
serta dapat menyelaraskan keduanya.
Dengan kejujuran pada diri sendirilah kita secara bertahap akan mengetahui,
kondisi obyektif kesadaran dan keyakinan kita terhadap hidup
dan Dia Yang Maha Hidup, Pengelola kehidupan dan segala hakikat kehidupan ini.
Secara bertahap kita akan dapat mengetahui tahap kesadaran batin apa yang kita miliki.
Untuk itu kita hendaknya kita senantiasa meningkatkan pengetahuan dan pengenalan kita
terhadap Alloh Rabbul-Alamin, serta mencermati suasana batin kita
dalam merespons bertambahnya pengetahuan tersebut.

Santri: Maksudnya bagaimana Guru?

Guru: Karena antara pengetahuan dan sikap batin kita adalah dua hal yang berbeda,
maka meningkatkan pengetahuan adalah satu hal, sedangkan mengendalikan sikap batin
adalah hal yang lain lagi. Kita bisa saja memiliki pengetahuan tentang tauhid yang paripurna
karena pengetahuan itu bisa dipelajari.
Tetapi, pada saat yang sama karena kita tidak bisa memenangkan pertempuran keyakinan
dalam batin kita, bisa saja keyakinan kita tentang Alloh sebagai sumber dari segala sesuatu
(kondisi, masalah, kekuatan, rezeki, dsb.) lemah, akibatnya kita lebih khawatir
terhadap kondisi yang akan menimpa kita dari pada yakin bahwa semua kondisi
yang kita hadapi adalah seizin Alloh dan Dia tujukan sebagai sarana pembelajaran buat kita.
Mari coba kita aplikasikan pada persoalan sehari-hari kita.
Misalnya kita seorang sarjana S-1 Teknik Elektronika yang baru lulus dan belum memperoleh pekerjaan.
Ayat-ayat Al-Quran tentang Alloh sebagai sumber rezeki sudah berkali-kali kita baca,
mengerti bahkan kita hafal.
Tetapi soal memenangkan pertempuran batin akan kecemasan masa depan ekonomi
dan status kita adalah dipengaruhi oleh seberapa pengetahuan kita tentang Alloh itu
meresap di dalam batin kita.

Pikiran kita yang logis membuat pengetahuan yang benar kita pahami,
tetapi dzikir, perilaku akhlak mulia serta kesadaran batin pengakuan kita
terhadap kesempurnaan Alloh-lah yang mempengaruhi kemenangan batin kita
untuk meyakini sesuatu yang kita pahami.
Jadi, pengetahuan tentang rezeki, Alloh sumber rezeki (Ar-Roozaq),
haruslah kita lengkapi dengan latihan batin berupa senang berdzikir di setiap kondisi,
mengamalkan akhlak mulia, agar kekhawatiran masa depan rezeki kita bisa
ditenangkan oleh keyakinan bahwa Alloh Ar-Roozaq sudah mengatur rezeki kita
secara bijaksana dan tak pernah salah bagi.
Dan Alloh-lah yang menjamin kebahagiaan masa depan kita,
selama kita mengikuti Kehendak-Nya. Bila kita membiasakan bertindak demikian dalam hidup ini,
maka secara bertahap keyakinan kita terhadap ayat-ayat berikut ini Insya Alloh akan Alloh kuatkan:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya.
Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu.
Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”(QS Thooha 20: 132)

“Sesungguhnya Kami menolong rosul-rosul Kami dan orang-orang yang beriman
dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),”
(QS.Al-Mu’min 40:51)

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,
’Sesungguhnya segala sesuat berasal dari Alloh, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya
kembalinya segala sesuatu.” (QS. Al-Baqoroh 2: 155-156)

“Dan kepunyaan Alloh-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap
di situlah wajah Alloh.
Sesungguhnya Alloh Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah 2: 115)

Nah..anakku, semoga uraianku ini bisa kau mengerti, dan kalian dapat bersikap sesuai
dengan kapasitas keyakinan.
Yang penting kalian jujurlah pada diri sendiri, dan membiasakan menilai tindakan
orang lain dengan kaca mata kalian, sebab sesungguhnya lapis demi lapis kebenaran
dan hikmah itu sedemikian lebar dan di luar jangkauan nalar kita.

Santri: Baik Guru, semoga Alloh membimbing kami dalam memahami serta mengamalkan
doa dan ikhtiar secara benar. Terimakasih atas penjelasan Guru…

Guru: Alhamdulillahi Robbil Alamiin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar